Suaradayak.com, MUARA TEWEH – Badai masalah ganti rugi lahan menerpa PT Multi Tambangjaya Utama alias MUTU, sebuah perusahaan tambang lintas kabupaten di Kalimantan Tengah.
Warga yakni Abdurahman Cs memortal lokasi tambang, karena menuntut ganti rugi lahan. Sehingga Tim Satgas Penanganan Konflik Sosial (PKS) Kabupaten Barito Utara, harus turun tangan mengundang manajemen PT MUTU dan Abdurahman Cs menyelesaikan konflik lahan, Selasa (24/4/2024).
Penyelesaian sengketa berlangsung di Muara Teweh. Asisten I Sekda Barito Utara, Eveready Noor memimpin proses tersebut didampingi Kabag Ops Polres Kompol Reny Arafah dan Kasat Intel AKP Maswiryono, Pasi Intel Kodim 1013 Kapten Edy S dan pejabat mewakili Kajari Barut.
Abdurahman Cs memortal lahan yang diakui miliknya di daerah Sungai Usang dan Sualang, Desa Muara Mea, Kecamatan Gunung Purei.
Akibatnya aktivitas tambang PT MUTU terganggu, sehingga meminta bantuan keamanan Polres Barut dibackup anggota Kodim 1013, Kamis (18/4/2024).
Abdurahman Cs sepakat melepas portal dan mengikuti mediasi di Kantor Pemkab Barito Utara.
Saat mediasi, Artodi (anak Abdurahman) mengatakan, lahan seluas 220 hektare yang diportal merupakan mililknya. Asal usul lahan berasal dari milik kakek mereka, seorang veteran pejuang.
Sang kakek kata Artodi, banyak memiliki tanah, ladang dan kebun. “Salah satunya adalah kepemilikan segel surat keterangan tanah tempat berkebun 1964, berada diantara sungai Jeyatun, Sungai Hayu, Sungai Usang dan Sungai Sualang. Termasuk perladangan dan perkebunan tempat dipasangnya portal kemaren,” jelas Artodi di depan forum.
Salah satu pewaris adalah ayah Artodi. Pernah bekerja di PT Sindo Lumber sebagai satpam mulai 1983 sampai 2010.
“Kami anak-anaknya juga pernah bekerja di perusahaan kayu itu. Di tahun 1990, Abah dan teman lain membuat perladangan di sekitar Sungai Sualang dan kami pelihara sampai saat ini,” ujarnya.
Dalam perkembangan lebih lanjut, kegiatan PT MUTU di 2016 sudah mendekati lahan perladangan milik keluarga Artodi.
Saat hendak diminta ganti rugi atau tali asih, manajemen PT MUTU mengaku sudah membayar ganti rugi/tali asih kepada warga Desa Muara Mea, dan tidak mengakui tuntutan mereka.
“Masalah ini adalah buntut kekacauan dari cara ganti rugi tanah. Kami sudah lapor ke PT MUTU dan ada suratnya, tetapi jawaban perusahaan tanah kami sudah dipetakan dan yang menerimanya bukan kami tetapi orang Mea. Disinilah kusutnya. Orang Mea semua terima di atas tanah milik kami. Akhirnya sekarang kami berontak karena salah bayar,” timpal Kantan, paman Artodi.
Menurut Kantan, bukti kepemililkan dan penguasaan lahan itu oleh keluarganya berupa tanam tumbuh karetbdan lahan itu sudah digarap.
Namun entah kenapa, justru tali asihnya dibayar ke pihak lain. Artinya pihak MUTU melakukan pembebasan lahan tanpa kroscek lapangan, hanya memiliki bukti formal dan tak memiliki fakta riil lapangan.
Sementara Eksternal PT MUTU, Azar mengaku, perusahaan sudah beberapa kali mengalami gangguan, sehingga terpaksa menghentikan aktifitas tambang.
Lokasi yang disengketakan ll lokasi yang selesai pembebasannya. SOP di perusahaan, setiap hendak melakukan pembebasan pasti melalui negosiasi. Pembebasan dilakukan 2021 sampai 2022.
“Meski kami orang-orang baru, tetapi data-data itu ada diarsipkan dan didokumentasikan dengan baik. Kompensasi pembebasan, kami bayarkan kepada warga Desa Muara Mea. Di bagian selatan ada 157 hektare. Dan yang disengketakan sebanyak 143 hektare.
Mantan Kades Muara Mea, Jaya Pura menjelaskan, lokasi sengketa jadi rebutan sehingga 10 hari setelah dia dilantik, langsung melakukan penentuan tata batas dengan membentuk tim 15 orang warga desa.
Saat dilakukan tata batas, banyak ditemukan sejumlah orang yang melakukan kapling tanah. “Mereka bukan warga Mea tetapi warga dari Ampah dan Barito Selatan sekitar 70 orang, ” kata Jaya Pura.
Jaya Pura juga menambahkan, ada warga Malungai sempat mengakui dan mengeklaim tanah di Muara Mea, namun bisa diselesaikan.
Tak mau tanah desa terus menyusut, maka dilakukan rapat dengan mengundang seluruh warga desa. “Warga desa sepakat untuk mengamankan wilayah. Dibuat kelompok di 2009. Lalu 2018, pihak Artodi datang ke desa untuk konsultasi sekaligus melaporkan mereka ada memiliki lahan. Sebagian masuk Bintang Ara (Barsel) sebagian masuk Mea (Barito Utara).
“Mereka tidak menjelaskan berapa hektarenya, tapi meminta kami untuk tanda tangan. Saat itu kami menyarankan mereka koordinasi dengan pemerintah daerah, sebab lahan yang diakui skala besar. Kami tidak berani tanda tangan,” ungkap Jaya Pura.
Terkait pembebasan oleh PT MUTU, menurut Jaya Pura, memang benar sesuai kesepakatan dengan PT MUTU tahun 2021 saat sosialisasi. Disepakati dan dinegoisasi tali asih per hektare Rp40.000.000. Masyarakat setuju.
“Kalau rencana kami enggak usah sistem ganti rugi, maunya kami sistem bagi hasil, tapi warga memaksa pembebasan dan ganti rugi lahan,” sebutnya.
Asisten I Setlkda Barito Utara, Eveready Noor mengatakan, berdasarkan uraian pihak Abdurahman Cs dan manajemen PT MUTU, maka harus ada dilakukan pertemuan mediasi kedua.
Saat ini semua data dan dokumen dari kedua belah pihak, baik perusahaan dan juga warga diminta untuk dipelajari.
“Kami dari Tim Satgas PKS (Pemkab, polisi, TNI dan kejaksaan) akan pelajari dan kami akan ambil langkah sebenarnya tanpa merugikan pihak-pihak nantinya. Bukti-bukti tambahan kalau masih ada mohon bisa diserahkan. Begitu juga nantinya saksi-saksi lain dari warga Mea yang menerima tali asih dihadirkan di pertemuan selanjutnya,” kata Eveready Noor.
Eveready Noor menyayangkan PT MUTU yang tidak ada melapor aktivitas pekerjaan kepada Pemkab Barito Utara, saat memulai pekerjaan operasional tambang.
“Kalau yang dilaporkan pihak perusahaan hanya ke pemerintahan desa, seperti mau pembebasan lahan dan sebagainya. Saya juga sering dilaporkan camat. Semestinya siapa pun perusahaan jika memulai bekerja di wilayah Barito Utara, harus lapor ke pemerintah kabupaten, ” tegas Everiady.
Hal lain yang muncul, meski pihak PT MUTU mengatakan sudah membayar lahan sengketa ke warga Desa Mea, pengakuan pihak Abdurahman Cs, PT MUTU sudah pernah membayar DP terhadap mereka. Sisa Rp13 miliar lagi yang belum terbayar.
“Ini bukti bayar mereka ke kami. Mohon maaf tidak bisa saya kasih ke teman-teman wartawan. Cukup difoto dokumen persilnya saja,” kata Artodi kepada media ini, usai pertemuan.
Ekternal PT MUTU Azar justru menanyakan balik DP itu untuk pembayaran lahan yang mana. “Kami seperti disebutkan pihak warga, orang manajemen baru. nanti akan kami pelajari lagi pembayaran DP terkait pembebasan yang mana,” kata Azar.