
SUARA DAYAK. COM, Muara Teweh – Bupati Barito Utara, Shalahuddin, mengatakan, melalui Festival Tandak Intan Kaharingan (FTIK) XII Tingkat Provinsi Kalimantan Tengah memastikan nilai-nilai filosofi Kaharingan tetap hidup, relevan dan dipahami generasi muda, Senin (24/11/2025).
“Festival ini bukan hanya ajang perlombaan, tetapi sebuah komitmen bersama untuk menjaga, melestarikan, dan mengembangkan seni budaya Kaharingan sebagai warisan leluhur,” kata dia saat membuka FTIK Kalteng di Muara Teweh.
FTIK digelar mulai 23–26 November 2025 di beberapa lokasi di Muara Teweh, termasuk Arena Tiara Batara, Gedung Balai Antang, Aula Bapperida, Aula Tandak, dan Lapangan Pura.
Sebanyak 14 kabupaten/kota se-Kalimantan Tengah mengirimkan kontingennya dengan total peserta dan pendamping mencapai lebih dari 1.000 orang. Para peserta akan berlaga dalam 11 cabang lomba, mulai dari Kandayu, Matir Basarah, Vokal Grup, Karungut, hingga pembacaan Kitab Suci Panaturan dan tarian bernuansa Hindu Kaharingan.
Dewan juri berjumlah 28 orang yang berasal dari akademisi serta tokoh Kaharingan yang telah menyatakan ikrar netralitas dan profesionalitas.
“Kami berharap festival ini menjadi ruang bagi lahirnya talenta-talenta baru, mempererat persatuan antarkontingen, sekaligus meningkatkan kebanggaan generasi muda terhadap seni dan adat Kaharingan, selain itu, kegiatan ini diharapkan memberi dampak positif bagi perekonomian dan pariwisata daerah,” jelas Shalahuddin.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi Kalteng, Herson B. Aden, menyatakan, apresiasi mendalam atas terselenggaranya festival tahunan ini.
Ia berpendapat, FTIK bukan sekadar kompetisi, tetapi ruang penting bagi generasi muda dalam memperkuat identitas budaya Kaharingan. Festival ini bukan hanya ajang lomba, tetapi wadah membangun generasi Hindu Kaharingan yang beriman, cinta budaya, dan memiliki karakter kuat.
“Melalui kegiatan ini, kita juga mempererat persaudaraan sebagai modal menuju Indonesia Emas 2045,”sebut dia.
Ia mengatakan, komitmen seluruh kabupaten/kota yang mengirimkan kontingen menunjukkan bahwa budaya Kaharingan tetap hidup dan berkembang di tengah arus modernisasi.(Rohman)









