MUARA TEWEH-Berselang dua minggu setelah dipercaya menjadi pelaksana harian (Plh) Sekda Barito Utara, Jufriansyah ditetapkan sebagai pelaksana tugas (Plt) Sekda. Hal ini berdasarkan SK yang ditetapkan oleh Pj Bupati Drs Muhlis.
“Ya, terhitung sebagai Plt sekda sejak 20 Oktober 2023. SK dikeluarkan oleh Pj bupati Barito Utara,”ujar Jufriansyah saat dikonfirmasi, Selasa (24/10/2023).
Berdasarkan catatan karir birokrasi sebagai ASN, Jufriansyah telah meniti karir birokrat dari bawah. Mulai sebagai Kasubag, Kabag, Sekwan, Asisten Sekda, dan Kadis. Terakhir dia menjabat Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP).
Dengan posisinya sekarang sebagai Plt Sekda, saat ini nama Jufriansyah sudah diusullkan kepada Gubernur Kalteng untuk ditetapkan meniadi penjabat (Pj) Sekda Barito Utara. “Tinggal menunggu SK gubernur, ” kata sumber di Pemkab Barito Utara.
Sekadar diketahui, untuk jabatan Plh dan Plt keduanya ditunjuk oleh atasan pegawai yang bersangkutan, di saat pejabat definitif berhalangan untuk menjalankan tugas.
Pelaksana Harian Plh dalam administrasi negara adalah pejabat yang menempati jabatan yang bersifat sementara dikarenakan pejabat yang menempati jabatan sebelumnya berhalangan, sehingga tidak dapat menjalankan tugas dari posisi jabatannya.[2] Definisi tersebut sejalan dengan Pasal 14 ayat (2) huruf a UU 30/2014, yang menyatakan Plh adalah pejabat yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara.
Sedangkan Pelaksana Tugas atau Plt adalah pejabat yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap.
Plh dan Plt merupakan pejabat yang melaksanakan tugas rutin berupa mandat yang diperoleh apabila ditugaskan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan di atasnya, danmerupakan pelaksanaan tugas rutin.
Adapun mandat tersebut merupakan pelimpahan kewenangan dari badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah, dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat.
Sedangkan tugas rutin merupakan pelaksanaan tugas jabatan atas nama pemberi mandat yang bersifat pelaksanaan tugas jabatan dan tugas sehari-hari.
Dari penjelasan tersebut, dapat dilihat perbedaan Plh dan Plt secara mendasar, yaitu Plh melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara, sedangkan Plt melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap.
Plh dan Plt melaksanakan tugas serta menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan rutin yang menjadi wewenang jabatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, karena Plh dan Plt menjalankan mandat, menurut SE BKN 2/2019, Plh dan Plt tidak berwenang dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.
Adapun yang dimaksud dengan “keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis” adalah keputusan dan/atau tindakan yang memiliki dampak besar seperti penetapan perubahan rencana strategis dan rencana kerja pemerintah.
Sedangkan yang dimaksud dengan “perubahan status hukum kepegawaian” artinya melakukan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai.
Plh dan Plt memiliki wewenang pada aspek kepegawaian, antara lain:
(1) Melaksanakan tugas sehari-hari pejabat definitif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
(2) Menetapkan sasaran kerja pegawai dan penilaian prestasi kerja pegawai;
(3)Menetapkan surat kenaikan gaji berkala;
(4) Menetapkan cuti selain Cuti di Kuar Tanggungan Negara dan cuti yang akan dijalankan di luar negeri;
(5(Menetapkan surat tugas/surat perintah pegawai;
(6) Menjatuhkan hukuman disiplin pegawai tingkat ringan;
(7) Menyampaikan usul mutasi kepegawaian kecuali perpindahan antar instansi;
(8) Memberikan izin belajar;
(9) Memberikan izin mengikuti seleksi jabatan pimpinan tinggi/administrasi;
(10) Mengusulkan pegawai untuk mengikuti pengembangan kompetensi.
Dapat disimpulkan bahwa dalam menjalankan tugasnya, Plh maupun Plt tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang dapat berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.(Delia)