
SUARADAYAK.COM, Muara Teweh – Ketua Fraksi Aspirasi Rakyat (PAN/Komisi III) DPRD Kabupaten Barito Utara, Hasrat, meminta Pj Bupati, Indra Gunawan, menunda pelantikan pejabat eselon II, III, dan IV.
Apa sebabnya? Pria yang sudah tiga periode duduk sebagai legislator ini menjelaskan, Senin (22/9/2025), alasan penundaan dapat dilihat dari tiga aspek.
(1) Konteks kepemimpinan daerah dan adanya bupati terpilih.
Sebagaimana diketahui bersama, pesta demokrasi di Kabupaten Barito Utara telah berlangsung dengan lancar dan menghasilkan sosok bupati dan wabup terpilih.
Kehadiran bupati terpilih merupakan wujud nyata dari kedaulatan rakyat, di mana masyarakat telah menitipkan amanah dan harapan besar, agar kepemimpinan baru mampu membawa perubahan positif bagi daerah ini.
Dalam sistem demokrasi yang sehat, setiap kepala daerah terpilih tentu berhak menyusun arah kebijakan, program pembangunan, serta memilih dan menata formasi pejabat yang dianggap mampu membantu mewujudkan visi dan misi yang telah disampaikan kepada masyarakat.
Dengan demikian, kata Hasrat, komposisi pejabat struktural, khususnya pada level eselon II, III dan IV menjadi bagian penting yang harus sinkron dengan kepemimpinan baru agar program pemerintahan berjalan efektif.
(2) Potensi masalah jika pelantikan tetap dilaksanakan. Apabila pada masa transisi ini dilakukan pelantikan pejabat eselon II, III dan IV, terdapat beberapa potensi permasalahan yang mungkin muncul.
Hasrat menjabarkan, masalah dimaksud antara lain:
Masalah pertama, ketidaksinkronan visi dan misi pejabat yang dilantik saat ini belum tentu selaras dengan arah kebijakan bupati terpilih.
Hal ini berpotensi menimbulkan hambatan koordinasi, bahkan memperlambat realisasi program yang telah dijanjikan kepada rakyat.
Masalah kedua, efektivitas kinerja pemerintahan menurun. Pasalnya, bupati terpilih mungkin harus melakukan evaluasi ulang terhadap pejabat yang baru dilantik.
“Jika kemudian diperlukan mutasi atau perombakan kembali, akan ada pemborosan waktu, energi, dan anggaran, yang pada akhirnya merugikan masyarakat,” ujar dia.
Potensi masalah ketiga, stabilitas birokrasi terganggu.
Pelantikan yang dilakukan pada masa akhir jabatan Penjabat Bupati seringkali memunculkan persepsi negatif, seolah-olah ada kepentingan tertentu yang mendasari pengisian jabatan tersebut.
Hal ini bisa menciptakan suasana birokrasi yang kurang kondusif, penuh prasangka, dan tidak solid.
Masalah keempat, resistensi publik dan aparatur.
Masyarakat yang sudah menaruh harapan kepada bupati terpilih bisa menilai bahwa langkah pelantikan ini sebagai bentuk mengabaikan aspirasi rakyat.
Demikian pula, tambah dia, di internal ASN bisa muncul rasa tak nyaman yang dapat memengaruhi semangat kerja.
(3) Aspek etika pemerintahan dan kepatutan.
Selain aspek teknis, ia juga menekankan pentingnya etika pemerintahan dalam mengambil kebijakan strategis.
Prinsip dasar kepemimpinan dalam transisi adalah menjaga stabilitas dan memastikan roda pemerintahan tetap berjalan tanpa mengambil keputusan yang berpotensi mengikat atau membatasi ruang gerak pemimpin baru.
Etika pemerintahan menuntut agar seorang Penjabat Bupati lebih mengedepankan asas kehati-hatian, netralitas, dan penghormatan terhadap proses demokrasi.
“Dengan menunda pelantikan pejabat eselon II, III dan IV, Penjabat Bupati justru akan menunjukkan sikap kenegarawanan kebijaksanaan, serta penghormatan terhadap legitimasi politik dari rakyat terhadap kepala daerah terpilih, ” kata pria yang terpilih di Dapil II ini.
Tetapi sebaliknya, jelas Hasrat, beberapa manfaat signifikan jika pelantikan ditunda antara lain :
(1) Memberikan ruang bagi bupati terpilih untuk menentukan formasi pejabat yang paling tepat guna mendukung pencapaian visi dan misi pembangunan.
(2) Menciptakan birokrasi yang lebih harmonis, karena pejabat yang dilantik nanti benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan prioritas kepemimpinan baru.
(3) Menumbuhkan kepercayaan masyarakat bahwa proses transisi pemerintahan berjalan sehat, transparan, dan menghormati mandat rakyat.
(4) Menghindari potensi gesekan internal, baik di kalangan ASN maupun antara pemerintah dengan masyarakat, terjadi akibat adanya persepsi pelantikan bermuatan kepentingan.
“Kami meyakini kebijakan menunda pelantikan, langkah terbaik demi menjaga kelancaran pemerintahan, menghormati proses demokrasi, serta memberikan kesempatan penuh kepada bupati terpilih dalam membentuk jajaran birokrasi yang solid dan selaras dengan visi pembangunan daerah ke depan, ” tandas dia.
Saat dikonfirmasi, Pj Bupati Barito Utara, Indra Gunawan, mengatakan, hingga saat ini belum ada rencana pelantikan, karena belum diajukan. “Saya belum dapat laporan dari panitia, ” kata dia, Senin siang.
Jika laporan panitia masuk, apakah akan dilantik oleh pj atau bupati terpilih? “Nggak masalah. Sama saja, sama-sama bupati. Tugas dan wewenangnya sama. Nanti kami konsultasikan,” Indra menjawab pertanyaan pers.
Seperti diberitakan sebelumnya,
Pemkab Barito Utara, Kalimantan Tengah, menggelar seleksi terbuka pengisian tujuh Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama, atau sehari- hari lebih dikenal sebagai kepala dinas, kepala badan, setara eselon II.
Tujuh posisi JPT Pratama yang diseleksi secara terbuka adalah :
(1) Asisten II Sekda Bidang Perekonomian dan Pembangunan.
(2) Kepala Dinas Lingkungan Hidup.
(3) Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Perkimtan).
(4) Sekretaris DPRD (Sekwan).
(5) Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
(6) Kepala Dinas Pertanian.
(7) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA).
Belakangan diletahui, ternyata di luar itu, ikut digodok pula pengisian jabatan eselon III dan IV oleh BKPSDM Barito Utara, sehingga mengundang tanya dan resistensi dari beberapa pihak.(Melkianus He)