Suaradayak.com, MUARA TEWEH – Pewaris tanah dari warga Desa Muara Mea, Sutnadi, terus menuntut ganti rugi lahan yang belum dibayarkan oleh PT Multi Tambangjaya Utama (MUTU), pemegang konsesi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) di Kalimantan Tengah.
Sutnadi telah memperjuangkan haknya sejak beberapa tahun lalu, tetapi menemui jalan buntu. Terakhir, masalahnya dibicarakan pada Rabu (15/5/2024) di Lampeong menghadirkan Tripika Gunung Purei, Pemdes Muara Mea, dan PT MUTU. Sebelumnya mediasi juga pernah digelar pada 5 November dan 7 Desember 2021.
“Sampai kapanpun dan di manapun, saya akan terus berjuang mendapatkan hak saya. Setelah melaporkan ke tim Satgas PKS (Penanganan Konflik Sosial) Kabupaten, saya sedang meneliti kemungkinan adanya indikasi korupsi dalam penyaluran ganti rugi lahan. Saya pernah melaporkan masalah ini ke Polda Kalteng, ” kata Sutnadi kepada Suaradayak.com, Minggu (19/5/2024).
Sambil memperlihatkan hasil rapat di Lampeong, Sutnadi mengatakan, belum ada solusi dari masalah yang diperjuangkannya.
Berita acara rapat mediasi yang ditandatangani Camat Gunung Purei, Bambang Suprianto menyimpulkan :
1) Mediasi belum menemukan titik temu dan kesepakatan.
2) Tripika merekomendasikan untuk ditindaklanjuti ke Tim PKS Kabupaten Barito Utara.
Sutnadi menegaskan, dia dan keluarganya mempertanyakan pembayaran ganti rugi lahan yang terus dilakukan dan diklaim sudah klir oleh PT MUTU, padahal masih ada masalah di lapangan.
“Selain itu, saya akan terus mengejar mantan Kades Muara Mea Jaya Pura, karena menyebut silsilah kami sebagai ahli waris sudah dikeluarkan dari Muara Mea. Apa dasar yang dipakainya. Kami tak pernah diundang dalam musyawarah desa. Sedangkan penetapan silsilah kami sebagai pewaris melalui rapat besar desa,” ujar mantan Kades Lampeong II ini.
Sementara, Eksternal PT MUTU, Azhar, saat dikonfirmasi melalui platform WhatsApp, Kamis (16/5/2024) tak menjawab pertanyaan media ini.
Sumber media ini di Pemkab Barito Utara mengatakan ada beberapa hal yang harus ditanyakan kepada PT MUTU, katena berbhai alasan, antara lain :
1) PT MUTU tak melaporkan aktivitasnya kepada Pemkab Barito Utara.
2) Dana pembenasan lahan ditransfer langsung ke rekening kades atau pemilik lahan, sehingga diduga menghindari pembayaran PPhTB (Pajak Penghasilan atas Tanah dan Bangunan) merupakan pemungutan yang dikenakan dan dibayarkan oleh pihak penjual sebagai PPh final dengan tarif umumnya 2,5% yang merupakan objek dari pajak pusat.
3) Adanya potensi akar konflik sosial sejak perusahaan mulai masuk ke wilayah tersebut.
4) Potensi terjadinya gesekan di akar rumput, karena masalah klaim pemilikan tanah.
Sekadar informasi, PT MUTU mulai melakukan pembayaran pembebasan lahan di Muara Mea sejak 2021. Tanah yang diganti rugi sekitar 300 hektare (ha). Besaran ganti rugi Rp40.000.000 per ha.