
SuaraDayak.com, MUARA TEWEH – Setelah menunggu selama tiga bulan, akhirnya kesabaran masyarakat adat Desa Panaen, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barito Utara, habis.
Kelompok masyarakat adat beranggotakan 40 orang tokoh utama di Desa Panaen, melayangkan surat kepada manajemen PT Batubara Dua Ribu Abadi (BDA), pemegang konsesi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) di Kalteng.
Inti surat, mempertanyakan kapan realisasi mendapatkan pekerjaan di Desa Panaen belerjasama dengan PT BDA maupun para kontraktornya.
“Kami sudah bosan dan malu, karena warga Panaen selalu bertanya soal pekerjaan yang diajukan masyarakat adat ke PT BDA. Setelah berjalan tiga bulan, tak ada tanggapan. Kami beri batas sampai 12 Februari. Kalau tak ada tanggapan, masyarakat adat berdemo ke perusahaan, ” tegas Ketua BPD Panaen Feri didampingi mantan Kades Hadini dan tokoh masyarakat Sipitarmiji kepada SuaraDayak.com, Jumat (7/2/2025).
Para tokoh dan masyarakat adat punya argumen kuat menuntut pekerjaan di PT BDA, karena kondisi Sungai Panaen yang menjadi urat nadi kehidupan telah berubah sejak adanya aktivitas tambang batubara.
“Kita jangan cuma dijadikan tumbal, korban, dan penonton. Lingkungan di Panaen rusak dan kekayaan alam dikeruk, kita tidak dapat apa-apa. Kita minta pekerjaan karena urusan perut, bukan untuk menjadi kaya raya, ” tambah Feri.
Lebih menyakitkan bagi masyarakat adat Panaen, ternyata PT BDA bisa secepat kilat merespon permintaan yang dilayangkan sebuan desa tetangga di Kecamatan Gunung Timang.
“Sebagai perbandingan, desa sebelah cepat sekali dapat pekerjaan. Apa bedanya dengan kami, padahal dua desa sama-sama berada di ring 1 lokasi operasional PT BDA, ” timpal Sutarmiji.
Adapun jenis pekerjaan atau kerjasama yang ditawarkan masyarakat adat Desa Panaen kepada PT BDA, antara lain suplai BBM, kapur, tawas, chemicak, peluang kerja lainnya.
“Kami tawarkan untuk pengadaan bahan-bahan tersebut, karena kami mampu mengerjakan atau mengadakan. Bukan meminta pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan, ” sebut Feri lagi.
Pembicaraan dengan PT BDA dan mitranya telah diadakan pada 10 September 2024. Perusahaan berjanji menyampaikan tuntutan masyarakat adat kepada manajemen di atas alaias pemilik perusahaan.
Kemudian pada 10 Oktober 2024, terjadi aksi lapangan oleh masyarakat adat Desa Panaen. Tetapi berhasil dimediasi oleh Polres Barito Utara.
Dalam mediasi tak ada berita acara yang ditandatangani karena asas kedua pihak saling percaya. Namun PT BDA kembali disarankan untuk mengakomodir seluruh atau sebagian dari beberapa poin tuntutan warga.
“Sekali lagi, ini urusan perut. Perusahaan jangan memandang sebelah mata permohonan kami. Orang lapar sulit dikendalikan, ” pesan Feri.
Saat dikonfirmasi, Minggu (9/2/2025) KTT PT BDA, Danu maupun Eksternal, Erryt tak menjawab pertanyaan media ini.(Melkianus He)
Catatan : KTT PT BDA, Danu, Minggu (9/2/2025) sekitar pukul 11.39 WIB, mengonfirmasi bahwa tim perusahaan sedang berkoordinasi dengan masyarakat adat Desa Panaen.